tag:blogger.com,1999:blog-23084215061580152072024-03-13T12:05:49.261-07:00***Joni Yulianto's Blog!***Hanya sebuah tempat belajar dan berbagi. Tempat menampung cerita, keluh kesah, pendapat, maupun aspirasi yang sederhana.Unknownnoreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-2308421506158015207.post-54187775051349208942011-03-27T03:40:00.001-07:002011-03-27T03:54:12.314-07:00Review Website Pembelian Tiket AirAsiaPada tanggal 4 april ini saya diundang untuk menghadiri pembukaan program “Institute on Disability and Public Policy” (IDPP) di Mahidol University, Thailand. Setelah mencari-cari, akhirnya diputuskan untuk menggunakan pesawat <a href="http://www.airasia.com/" target="_blank">AirAsia</a>. Selain harganya yang relatif ekonomis, jadwalnya pun cocok karena dari Singapore ada beberapa alternatif penrbangan yang memungkinkan saya untuk pulang segera setelah acara tersebut selesai. <a name='more'></a> <br /> <br />Akhirnya, berbekal keputusan tersebut saya mulailah untuk membeli tiket online. <br /> <br />Bagi pemanfaat sistem pembelian online dengan menggunakan software pembaca layar seperti saya (berdasarkan pengalaman pribadi), website airasia tergolong cukup mudah diakses. Semua fitur pembelian online, mulai dari pemilihan jadwal penerbangan, pembelian asuransi, pemilihan tempat duduk sampai dengan pemilihan dan pembelian makanan semuanya terbaca dengan baik oleh software pembaca layar, dalam hal ini saya menggunakan <a href="http://www.freedomscientific.com/" target="_blank">JAWS</a> dari <a href="http://www.freedomscientific.com/" target="_blank">Freedomscientific</a>. <br /> <br />Namun demikian, salah satu hal yang menurut saya membuat kurang nyaman dengan website <a href="http://www.airasia.com/" target="_blank">AirAsia</a> ketika membeli tiket online adalah banyaknya penawaran yang dilakukan berkali-kali. Hampir pada setiap langkah, mulai pada saat memasukkan data diri sampai dengan pembayaran, selalu ada dialog konfirmasi yang menawarkan konsumen untuk membeli berbagai hal seperti pilihan kursi, makanan, minuman, sampai dengan asuransi dan bagasi. Ingat bahwa airasia adalah tergolong budget airline jadi tak ada yang diberikan secara gratis…<img style="border-bottom-style: none; border-right-style: none; border-top-style: none; border-left-style: none" class="wlEmoticon wlEmoticon-smile" alt="Smile" src="http://lh4.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TY8ULlw27lI/AAAAAAAAACk/wOJGLrGU87w/wlEmoticon-smile%5B2%5D.png?imgmax=800" /> Nah, kembali ke penawaran yang berkali-kali itu, bagi kita yang ingin cepat-cepat, proses itu tentu akan sangat mengganggu… Tapi untuk yang satu ini agaknya kita masih harus bisa mentolelir, karena memang kita memilih budget airline…<img style="border-bottom-style: none; border-right-style: none; border-top-style: none; border-left-style: none" class="wlEmoticon wlEmoticon-smile" alt="Smile" src="http://lh4.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TY8ULlw27lI/AAAAAAAAACk/wOJGLrGU87w/wlEmoticon-smile%5B2%5D.png?imgmax=800" /> <br /> <br />Nah, tahap yang terakhir ini adalah tahap pembayaran dimana kita harus memasukkan detail kartu kredit dan lain-lain yang digunakan untuk mmemverifikasi pembayaran tiket. Hari ini adalah yang kesekian kalinya saya memperoleh pengalaman yang kurang baik dengan sistem ini. Sudah hampir satu jam saya mencoba mengulang proses pembayaran, bahkan setiap data saya cek kembali tanpa ada satu pun kesalahan karakter, tapi tetap saja dikatakan bahwa data saya kurang falid. Untuk meyakinkan, saya buka online banking saya untuk melihat saldo tabungan yang saya yakin lebih dari cukup. Hasilnya saya memang punya cukup uang untuk membeli tiket tersebut. Namun, tetap saja saya gagal melakukan transaksi pembayaran. <br /> <br />Ini bukan pengalaman pertama saya, hampir setiap kali saya membeli tiket online di AirAsia selalu proses pembayaran harus saya lakukan berkali-kali, kadang bisa tiga empat kali baru berhasil. Untuk kasus hari ini saya sudah coba lima kali, dan akhirnya diputuskan untuk menunda dulu proses pembeliannya. <br /> <br />Saya berharap <a href="http://www.airasia.com/" target="_blank">AirAsia</a> dapat memperbaiki sistem ini sehingga kasus yang tidak nyaman ini bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan.. <br /> <br />Ada yang punya pengalaman serupa? <div class="blogger-post-footer"><script type="text/javascript"><!--<br />google_ad_client = "pub-2197731889838639";<br />/* 336x280, created 01/03/08 */<br />google_ad_slot = "3701447111";<br />google_ad_width = 336;<br />google_ad_height = 280;<br />//--><br /></script><script type="text/javascript" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js"><br /></script></div> <div class="blogger-post-footer"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-2197731889838639";
/* 336x280, created 01/03/08 */
google_ad_slot = "3701447111";
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
//-->
</script>
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2308421506158015207.post-1658170612480821942011-03-07T03:12:00.001-08:002011-03-26T23:52:59.639-07:00My Rendang Gets Ready!Entah kenapa, hari ini aku bosan banget ma makanan instan yang biasa ku masak. Juga ma makanan kantin di school & adam road. <br />
Akhirnya, setelah ke school sebentar untuk mencari bahan salah satu paper yang harus di-submit minggu depan, muncullah ide untuk masak besaar!. Yah, rendang! <br />
<div align="center"><a href="http://lh6.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9cEqlVwI/AAAAAAAAABk/UxwGovh1FKk/s1600-h/Rendang%204%5B7%5D.jpg"><img alt="Rendang 4" border="0" height="184" src="http://lh6.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9chZH11I/AAAAAAAAABo/s6B0ynWhBgk/Rendang%204_thumb%5B1%5D.jpg?imgmax=800" style="background-image: none; border: 0px none; display: inline; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" title="Rendang 4" width="244" /></a></div><a name='more'></a><div align="center"></div>Hemm, masih ada pusaka ampuh yang masih tersimpan…”bumbu rendang indofood”.<br />
<br />
Tanpa pikir panjang lagi, jadi deh setelah selesai urusan di school, ku pergi ke shop untuk sekedar membeli daging dan belanja mingguan lainnya, dan layaknya orang yang sedang terburu-buru, begitu pulang ke college green, acara masak-masak pun segera dimulai..<br />
<br />
<div align="center"><a href="http://lh5.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9ddoProI/AAAAAAAAABs/tdMbKDjz5RU/s1600-h/Rendang%201%5B3%5D.jpg"><img alt="Rendang 1" border="0" height="184" src="http://lh5.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9eH-4-aI/AAAAAAAAABw/065JdPHJdi0/Rendang%201_thumb.jpg?imgmax=800" style="background-image: none; border: 0px none; display: inline; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" title="Rendang 1" width="244" /></a></div><br />
<div align="left">Nah, gambar di atas adalah ketika rendangnya mulai dimasak untuk beberapa menit; setelah daging matang dan setelah bumbu dimasukkan berikut santan.. Aah, tapi seperti biasa, I did the same mistake…! Airnya kebanyakan! Huuuuf!.</div><br />
<div align="center"><a href="http://lh3.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9e2SLu9I/AAAAAAAAAB0/971svR6qi9I/s1600-h/Rendang%202%5B3%5D.jpg"><img alt="Rendang 2" border="0" height="244" src="http://lh6.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9fYkA-LI/AAAAAAAAAB4/nH-jveuhfCQ/Rendang%202_thumb.jpg?imgmax=800" style="background-image: none; border: 0px none; display: inline; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" title="Rendang 2" width="184" /></a></div><div align="center"><br />
</div><a href="http://lh6.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9gKiRF9I/AAAAAAAAAB8/6ah8IGWcoN0/s1600-h/Rendang%203%5B3%5D.jpg"><img alt="Rendang 3" border="0" height="244" src="http://lh6.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9g2keGtI/AAAAAAAAACA/H8YRPDU0bcs/Rendang%203_thumb.jpg?imgmax=800" style="background-image: none; border: 0px none; display: inline; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" title="Rendang 3" width="184" /></a><br />
<br />
<div align="left">Nah, dua gambar di atas itu diambil pas setengah matang dan saat menjelang diangkat karena kuahnya mulai kental… Kelihatan gak sih? Jangan-jangan gambarnya tak terlihat ya? Maklum ambil gambarnya sendirian karena gak ada orang. Jadinya iseng-iseng ambil gambar sendiri deh.</div><div align="left"><br />
</div><div align="left">Ahaaaa, setelah hampir satu jaman berpanas-panasan di dapur, akhirnya masak juga deh rendangnya. Jadi deh makan besar tar malam…</div><div align="left"><br />
</div><div align="center"><a href="http://lh5.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9hhke1iI/AAAAAAAAACE/KAcH8W0EKhQ/s1600-h/Rendang%204%5B3%5D.jpg"><img alt="Rendang 4" border="0" height="184" src="http://lh4.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9iCvv8UI/AAAAAAAAACI/FKmztZ5A5a8/Rendang%204_thumb.jpg?imgmax=800" style="background-image: none; border: 0px none; display: inline; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" title="Rendang 4" width="244" /></a></div><br />
<div align="left">Hayo, siapa mau? Monggo lho…<img alt="Smile" class="wlEmoticon wlEmoticon-smile" src="http://lh3.ggpht.com/_C-utgeh_oJ4/TXS9iWEBSZI/AAAAAAAAACM/2hdLymhaTM4/wlEmoticon-smile%5B2%5D.png?imgmax=800" style="border-style: none;" /></div><div class="blogger-post-footer"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-2197731889838639";
/* 336x280, created 01/03/08 */
google_ad_slot = "3701447111";
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
//-->
</script>
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2308421506158015207.post-28230711648420547782011-02-06T05:01:00.001-08:002011-03-26T23:41:42.792-07:00Untuk Yang Tersayang<blockquote></blockquote>Sayangku, <br />
Setia itu tak selalu indah meski begitu mulia terukir di relung jiwa, <br />
Cinta itu perih ketika harus tak bersama, <br />
Rindu menjadi sakit hati yang tak terobati kala hadir melanda, <br />
Dan air mata akan menjadi bahagia ketika kau ada.<br />
<a name='more'></a><br />
Sayangku, <br />
Senja ini mentari melambai untuk ke peraduannya, dan esok ia kan datang lagi, <br />
Rembulan pun datang untuk pergi esok dini, <br />
Dan ketika kau pun pergi dengan meningalkan titik tangis, <br />
Aku pun tahu, bak rembulan, bagai matahari, akan ada esok saat pelukmu merengkuh hatiku kembali, <br />
Akan ada esok saat kau cium dan pagut seluruh jiwaku bersamamu, <br />
Dan akan ada lagi tawa yang mengusir sembilu.<br />
<br />
Sayangku, <br />
galaumu adalah gundahku, <br />
Tangismu adalah dukaku, <br />
Dan tawamu adalah bahagiaku.<br />
<br />
Jikalau aku harus jauh dari kalian, bukan untuk siapa-siapa, <br />
Jikalau aku tak bersama kalian juga bukan karena siapa-siapa, <br />
Dan jika aku tak dapat mencium kalian, juga bukan karena tak kuasa.<br />
<br />
Sayangku, <br />
Jadikanlah malam dan siangmu selalu indah karena dimanapun engkau, selalu ada doa untuk kalian, <br />
Tak perlu ada yang pergi dan yang dinanti, karena aku selalu ada untuk kalian, <br />
Dan tak perlu menangis, karena mentari pasti akan terbit lagi esok hari. <br />
<br />
College Green, 9 Agustus 2010<div class="blogger-post-footer"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-2197731889838639";
/* 336x280, created 01/03/08 */
google_ad_slot = "3701447111";
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
//-->
</script>
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2308421506158015207.post-33828951464599408352011-01-29T21:22:00.001-08:002011-03-26T22:55:33.215-07:00Sepotong Cerita (part 1)Tidak seperti biasanya, siang ini terasa sangat berbeda. Hujan yang mengguyur Singapura seharian sejak pagi tadi membuat udara terasa dingin. Matahari pun enggan bangun dan bersinar, seperti aku yang masih malas-malasan berbaring di tempat tidur dengan ditemani oleh laptop di perutku, serta secangkir kopi yang sudah mulai mendingin di meja belajar.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Mendadak kurasakan ruang kamarku seperti membesar. Sebegitu besarnya, hingga aku hanya seperti makhluk kecil yang sendirian, kecil dan tak berarti. Aku ingin banyak orang datang, riuh, gaduh, ramai dan penuh sesak. <br />
<br />
Ku ambil Handphone yang ternyata terselip di bawah bantal tempat kepalaku tergolek. Ku buka satu persatu kontak, kucari-cari kawan untuk ku telepon. Satu demi satu ku panggil nomor-nomor itu, namun tak satupun yang menjawab. Hm, mungkin mereka masih lelap tertidur setelah party semalam. <br />
<br />
Sampai pada nama istriku di Yogya, dadaku pun berdetak lebih kencang. Segera ku sentuh tombol panggil untuk meneleponnya, namun belum sampai ku tekan, niat itu pun kuurungkan, setelah ingat bahwa pulsa internasionalku telah habis. “Agaknya aku harus keluar untuk membeli pulsa sekarang”. Lalu ku buka jendela, mencoba mendengar dan mengukur hujan di luar sana. “ah, masih cukup deras”, kataku kecewa dalam hati.<br />
<br />
Ku telan beberapa teguk kopi yang sudah mendingin hampir seperti es, mencoba mengusir sepi. Ku nyalakan musik beberapa lagu kesukaanku, namun segera kumatikan kembali. Melodi dan instrumen itu tidak terasa indah, bahkan seperti suara-suara berisik yang mengusikku. Lalu ku ajak otakku untuk mengusir sepi itu dengan membaca beberapa chapters yang harus ku presentasikan minggu depan. Halaman demi halaman ku buka dan ku baca, namun sepertinya tak ada satu huruf pun yang dapat ku serap. “oh God, what is happening to my mind?”.<br />
<br />
Ku putuskan untuk menutup file-file PDF yang telah kubuka, dan beralih ke surat kabar online dan jejaring sosial. Lagi-lagi tak kutemukan satupun yang menarik disana. Semuanya seperti tidak enak dibaca. Otakku sama sekali tak mau berkompromi dengan apapun yang ku lakukan sekarang. “Apa sih yang kau mau?”, gumamku pada diriku sendiri.<br />
<br />
Beberapa saat berpindah dari satu aktifitas ke aktifitas lainnya membuatku lelah, dan kini aku ingin mengikuti saja kemana pikiranku membawaku. Ku baringkan tubuhku di kasur yang semakin terasa melebar. <br />
<br />
Lamunanku melayang pada tujuh bulan lalu, ketika pertama kali aku berangkat, meninggalkan istri dan anak-anakku untuk mengambil studi di sini. Teringat ketika sore sebelum keberangkatanku, anak pertamaku (Caca) mengajak kami (aku dan istriku) untuk makan malam di luar. Sungguh sebuah makan malam yang istimewa, bukan karena tempatnya, melainkan karena itu adalah makan malam bersama kami sebelum nantinya kami akan terpisah untuk beberapa waktu yang bagiku cukup lama.<br />
<br />
“Yah, aku mau makan es krim boleh kan?” Rayu Caca sambil menggelayut manja di pundakku. “Boleh, tapi dibagi sama bunda ya..”, jawabku pelan. Sebenarnya aku agak keberatan dengan permintaannya itu, karena sebenarnya cuaca waktu itu tidak terlalu baik, dan Caca sangat sensitif dengan dingin. Tapi karena aku tidak ingin membuatnya kecewa di saat-saat terakhir kami bersama sebelum perpisahan yang akan cukup lama itu, aku pun mengijinkannya. Sebenarnya anak pertamaku ini sangat penurut, meski terkadang dia agak keras dan pembantah. Itu sebabnya, setelah beberapa sendok dia memakan es krim yang dia pesan sendiri, sisanya pun diberikannya kepada istriku yang memang sama-sama gemar makan es krim itu.<br />
<br />
Agaknya Caca sangat menikmati makan malam itu. Memang dari awal dia sendiri yang memilih tempat itu, bahkan dia memesan sendiri makanan dan minuman untuknya, hal yang tidak biasanya dia lakukan sendiri. Sayang, Tata, anak kami yang ke dua tidak ikut serta. Sudah sejak 1 minggu yang lalu, Asih istriku mengantarkannya ke rumah eyangnya di Banyumas. Sengaja kami menitipkan Tata disana untuk beberapa saat karena Asih akan mengantarkanku ke Singapura dan menemani selama kira-kira 2 minggu. Selama itu pula, kami telah memutuskan untuk menitipkan Caca di rumah Mamaknya, orang yang telah mengasuhnya semenjak bayi.<br />
<br />
“Ayaah, kenapa Caca & Bunda tidak ikut saja sama Ayah sekolah seperti pas di Inggeris dulu?”, katanya sambil menghabiskan makanannya. “Tidak sayang, soalnya kan kita tidak disediakan rumah disana, lagian Singapura kan dekat jadi Ayah pasti akan sering pulang pas liburan. Nanti kapan-kapan boleh deh kakak ayah ajak kesana untuk liburan. Kakak baik-baik di rumah sama Bunda & dedek Tata ya?”, kataku pelan sambil mengelus rambut anakku yang saat itu berusia hampir 5 tahun. Bagiku dia memang anak yang cukup pintar, meski secara akademik tak cukup menonjol, tapi kata-katanya selalu beralasan dan cukup membuat aku dan istriku kesulitan untuk memberikan jawaban kadang-kadang.<br />
<br />
Makan malam itu pun berlalu begitu cepat, hingga akhirnya kami pulang ke rumah dan melewatkan malam menunggu pagi, ssaat kami harus berangkat. Begitu cepat malam itu berlalu, hingga pagi harinya, saatnya kami harus berangkat, dan Caca yang saat itu belum bangun harus kami antar ke rumah Mamaknya. Sampai saat aku berpamitan, dia pun tak terbangun, ketika ku cium pipi dan keningnya beberapa kali sambil ku bisikkan pesan “Nak, baik-baik ya. Ayah selalu berdoa buat kalian semua dan pasti segera pulang dan berkumpul dengan semuanya”. Tak bisa berlama-lama lagi, kami pun segera bergegas menuju taksi yang sudah menunggu untuk membawa kami ke bandara.<div class="blogger-post-footer"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-2197731889838639";
/* 336x280, created 01/03/08 */
google_ad_slot = "3701447111";
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
//-->
</script>
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2308421506158015207.post-42008393692760704892011-01-29T02:29:00.001-08:002011-03-26T23:40:25.032-07:00Cerita-Cerita<blockquote></blockquote>Senja ini semakin sepi,<br />
Lampu kota, lalu lalang deru mesin kendaraan, TV dan berbagai perangkat modern itu tak jadikan hatiku ramai,<br />
Sepi, tetap sepi dan sunyi,<br />
Yang terus ku nikmati.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Lembar demi lembar cerita itu muncul kembali,<br />
Berputar-putar dan seolah ingin keluar dari batok kepala ini,<br />
Ada sedih, bangga, bahagia, duka, kecewa dan sejuta rasa yang tak tergambar oleh kata-kata,<br />
Tak ada kata, tanpa cerita, sepi, sunyi dan senyap.<br />
<br />
Mungkin tak ada lagi ruang di rongga kepalaku untuk mereka berputar dan menari, hingga akhirnya mereka pun terbang melesat jauh,<br />
Jauh, tinggalkan aku yang kian kosong tanpa cerita itu,<br />
Saat ku dengar rintik hujan yang kian deras,<br />
Rintik air itu pun tak mampu lenyapkan sepi itu.<br />
<br />
Angin kencang, hujan deras dan petir bersahutan,<br />
Tapi kalian tetap terbang, jauh dan jauh meninggalkan aku yang kosong,<br />
Apakah kalian baik-baik saja terbang di tengah hujan?<br />
Tidakkah kalian kedinginan dan terberai oleh angin kencang yang menghempas butir-butir kecil kalian?<br />
Mengapa kalian tidak kembali saja?<br />
Bukankah ruangan ini jauh lebih hangat dari pada alam terbuka di luar sana?<br />
Dan sejuta pertanyaan lain tentang kalian, cerita-cerita lalu yang terus terbang di alam bebas.<br />
<br />
Yah, mereka memang bukan aku,<br />
Yang selau dibatasi oleh ruang dan waktu,<br />
Mereka bisa kemana saja, dan menjadi milik siapa saja,<br />
Mereka boleh hinggap pada setiap jiwa dan menjadi bagian dari hidup siapa saja.<br />
<br />
Mungkin memang saatnya kau pergi,<br />
Karena cerita memang datang dan pergi,<br />
Ada yang lalu , ada yang sedang ada, dan ada yang akan terjadi,<br />
Semua silih berganti.<div class="blogger-post-footer"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-2197731889838639";
/* 336x280, created 01/03/08 */
google_ad_slot = "3701447111";
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
//-->
</script>
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0